Menilik Perkembangan Bisnis Properti Residensial Di Masa Pandemi Covid-19

Menilik Perkembangan Bisnis Properti Residensial Di Masa Pandemi Covid-19

Real Estate khususnya Properti residensial adalah salah satu jenis properti yang paling diminati oleh masyarakat Indonesia. Properti residensial meliputi rumah, apartemen, kondominium, townhouse, dan sejenisnya yang digunakan sebagai tempat tinggal. Bisnis properti residensial memiliki prospek yang cerah di Indonesia, karena permintaan akan hunian terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk, urbanisasi, dan kelas menengah.

Industri properti residensial sendiri telah terbukti cukup tangguh dalam menghadapi krisis ekonomi selama pandemi Covid-19. Penting untuk terus mendukung kontribusi properti terhadap perekonomian nasional agar dapat secara maksimal mendorong perkembangan industri-industri lain yang terkait dengan properti.

Perkembangan Bisnis Properti Residensial Di Masa Pandemi Covid-19

Pada tahun 2020, Indonesia mengalami perlambatan ekonomi berturut-turut selama kuartal II, III, dan IV akibat dampak pandemi Covid-19. Situasi ini berdampak luas pada berbagai sektor di Indonesia, termasuk sektor properti. Harga berbagai jenis properti seperti rumah, apartemen, dan kendaraan bermotor mengalami penurunan yang cukup signifikan. Penurunan ini disebabkan oleh menurunnya permintaan terhadap properti karena kehati-hatian masyarakat dalam mengeluarkan uang akibat situasi pandemi yang berkepanjangan.

Meski demikian, penurunan harga properti tidak selalu membawa dampak negatif. Ada kelompok masyarakat tertentu yang dapat diuntungkan oleh penurunan harga ini, terutama bagi mereka yang masih membutuhkan properti sebagai kebutuhan primer. Terlebih lagi, adanya penawaran suku bunga yang lebih rendah dan kemudahan dalam proses transaksi telah berhasil menarik minat masyarakat untuk melakukan pembelian properti.

Selain berperan sebagai kebutuhan primer, properti juga memiliki potensi sebagai investasi yang menjanjikan, terutama dalam bentuk real estate seperti rumah, tanah, dan bangunan lainnya. Nilai aset properti cenderung terus meningkat, fluktuasi harga yang jarang terjadi, dan tingkat risiko yang relatif rendah menjadikan properti sebagai salah satu pilihan investasi yang diinginkan oleh masyarakat.

Data dari Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa pertumbuhan harga properti residensial di pasar utama pada triwulan I 2023 mengalami kenaikan yang terbatas. Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) triwulan I 2023 mencapai 1,79% (yoy), sedikit lebih rendah dari angka 2,00% (yoy) pada triwulan sebelumnya.

Dari segi penjualan, hasil survei mengungkapkan bahwa penjualan properti residensial di pasar utama pada triwulan I 2023 mengalami penurunan. Angka penjualan properti residensial menurun sebesar 8,26% (yoy) pada triwulan I 2023, yang lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan positif sebesar 4,54% (yoy) pada triwulan sebelumnya.

Selain itu, hasil survei juga memperlihatkan bahwa sumber pembiayaan utama untuk pembangunan properti residensial masih didominasi oleh pembiayaan nonperbankan. Pada triwulan I 2023, sekitar 73,31% dari total modal yang diperlukan untuk proyek perumahan berasal dari sumber dana internal. Di sisi konsumen, fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) masih menjadi opsi utama dalam pembelian properti residensial, dengan pangsa sekitar 74,83% dari total pembiayaan yang digunakan.

Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bisnis Real Estate Khususnya Properti Residensial

1. Pemberlakuan Insentif PPN DTP

Pemberlakuan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) hingga September 2022. Dalam PMK Nomor 6/PMK.03/2022, diatur bahwa insentif PPN DTP sebesar 50% diberikan untuk penjualan rumah dengan harga tertinggi Rp 2 miliar. Untuk rumah dengan harga di atas Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar, insentif PPN DTP yang diberikan adalah sebesar 25%.

Pemberian insentif PPN DTP ini berlaku dengan batas maksimal 1 unit rumah tapak atau rusun per individu dan tidak diperbolehkan untuk dipindahtangankan dalam jangka waktu 1 tahun.Kebijakan ini memberikan keringanan pajak bagi pembeli properti residensial dengan harga di bawah Rp 5 miliar. Pemberlakuan PPN DTP ini sangat membantu para pebisnis maupun pembeli untuk bertahan dan pulih dari efek pandemi.

Pemberian insentif yang sudah berakhir ini tentu akan mempengaruhi pertumbuhan bisnis properti residensial terutama pada penjualan dan pembelian di triwulan I 2023. Dikutip dari pajakku.com, menurut Ketua Umum Apersi, Junaidi, insentif PPN DTP masih menjadi kebutuhan yang penting untuk mendukung upaya pemulihan sektor properti serta memacu daya beli masyarakat. Tujuannya adalah agar industri properti tetap aktif dan masyarakat memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dalam situasi saat ini.

2. Peningkatan Daya Beli Masyarakat

Meskipun program pemulihan ekonomi pasca-pandemi Covid-19 telah diterapkan untuk mendorong peningkatan daya beli masyarakat, namun hasilnya masih tergolong belum maksimal. Terlihat dari keseimbangan daya beli masyarakat yang dapat diukur dari penurunan jumlah penjualan properti residensial, seperti rumah kecil, menengah, dan besar, yang secara keseluruhan mengalami kontraksi hingga 8,26% (yoy).

Meskipun demikian, daya beli pasar masih tergolong terjaga. Penjualan rumah menengah, misalnya, telah mengalami pertumbuhan positif sebesar 6,55% (yoy), setelah sebelumnya mengalami kontraksi yang signifikan sebesar 18,88% (yoy) di triwulan sebelumnya. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan daya beli masyarakat di segmen tertentu, walaupun masih diperlukan upaya lebih lanjut untuk memulihkan pasar properti secara keseluruhan.

Dalam mengatasi tantangan ini, salah satu langkah yang dapat diambil oleh calon pembeli properti adalah dengan melakukan perencanaan keuangan yang cermat. Salah satu alat yang bisa membantu dalam perencanaan ini adalah kalkulator hipotek yang tersedia secara online, seperti yang disediakan oleh https://www.mortgagecalculator.uk/. Dengan kalkulator ini, calon pembeli dapat menghitung atau mensimulasikan berbagai aspek pembelian properti residensial maupun jenis real estate lainnya.

Cara menggunakan kalkulator ini cukup sederhana. Pertama, calon pembeli perlu memasukkan informasi tentang harga properti yang ingin dibeli, besarnya uang muka yang dapat dikeluarkan, tingkat suku bunga hipotek, dan jangka waktu pinjaman. Setelah data-data ini dimasukkan, kalkulator akan menghasilkan perkiraan besarnya cicilan bulanan yang harus dibayarkan oleh calon pembeli.

Dengan menggunakan kalkulator hipotek ini, calon pembeli dapat dengan mudah mengevaluasi kemampuan finansial mereka untuk membayar cicilan bulanan ini. Selain itu, kalkulator ini juga biasanya memberikan informasi tentang total pembayaran bunga selama masa pinjaman, sehingga calon pembeli dapat lebih memahami total biaya yang harus dikeluarkan dalam jangka panjang.

Dalam situasi di mana daya beli masyarakat menjadi pertimbangan utama, kalkulator hipotek dapat menjadi alat yang sangat berguna untuk membantu calon pembeli properti membuat keputusan yang lebih terinformasi tentang pembelian mereka. Dengan perencanaan keuangan yang matang dan pemahaman yang lebih baik tentang kewajiban finansial dalam membeli properti residensial, diharapkan peningkatan daya beli masyarakat dalam sektor properti dapat terus berkembang.

3. Perluasan Skema Pembiayaan KPR

Perluasan skema pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan bunga rendah dan uang muka ringan gencar dilakuakan, pasalnya fasilitas KPR sendiri menjadi pilihan yang paling banyak digunakan dalam pembangunan sampai pembelian properti residensial. Pada triwulan I 2023, pembiayaan nonperbankan masih menjadi sumber pembiayaan utama pembangunan properti residensial oleh pengembang.

Ini terlihat dari hasil survei yang menunjukkan bahwa sebanyak 73,31% (yoy) dari total modal yang dibutuhkan untuk pembangunan berasal dari sumber internal perusahaan. Pengembang juga cenderung memilih opsi pembiayaan alternatif seperti pinjaman perbankan dan penerimaan pembayaran dari konsumen. Proporsi dari pinjaman perbankan adalah 16,23%, sementara penerimaan pembayaran dari konsumen menyumbang 7,10% (yoy) dari total modal yang dibutuhkan.

Sementara dari perspektif konsumen, opsi skema pembiayaan KPR tetap menjadi favorit di kalangan responden saat memutuskan untuk membeli rumah pertama, dengan pangsa mencapai 74,83% (yoy) dari total pembiayaan. Selanjutnya, opsi pembayaran tunai bertahap mendapatkan porsi sebesar 17,90 (yoy), diikuti oleh pembayaran tunai dengan porsi 7,27% (yoy).

Tantangan dan Hambatan Pertumbuhan Bisnis Properti Residensial

real estate

Pandemi Covid-19 telah memberikan dampak besar pada berbagai sektor, termasuk bisnis properti residensial. Namun, di tengah situasi ini, sektor properti juga menghadapi berbagai tantangan dan hambatan lain yang perlu diperhatikan. 5 hal yang menjadi hambatan dalam perkembangan bisnis ini yaitu:

1. Kenaikan Harga Bahan Baku dan Upah Tenaga Kerja

Data yang diberikan menggambarkan faktor-faktor yang memiliki dampak signifikan dalam menghambat penjualan properti. Pertama, kenaikan harga bahan baku dan upah tenaga kerja mendominasi sebagai faktor utama dengan kontribusi sebesar 25,05%. Kenaikan biaya produksi ini secara langsung berpengaruh pada harga jual properti, membuatnya lebih sulit bagi calon pembeli untuk memenuhi kriteria keuangan yang diperlukan.

2. Perizinan dan Birokrasi

Selanjutnya, masalah perizinan dan birokrasi juga menjadi kendala yang cukup penting, berkontribusi sebesar 14.71%. Masalah perizinan dan birokrasi yang masih menjadi kendala bagi pengembang properti dalam memperoleh izin lokasi, izin mendirikan bangunan (IMB), sertifikat hak atas tanah, dan lain-lain. Proses perizinan yang rumit dan lambat dapat menunda proyek-proyek properti dan akhirnya menghambat penjualan. Hal ini menunjukkan perlunya reformasi dalam aspek regulasi dan administrasi untuk memfasilitasi kelancaran transaksi properti.

3. Suku Bunga KPR

Tingginya suku bunga KPR, yang juga berkontribusi 14,71%, mempengaruhi daya beli calon pembeli. Suku bunga KPR yang masih relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Menurut data BI, suku bunga KPR rata-rata pada triwulan I/2023 adalah sebesar 9,64% per tahun. Suku bunga yang tinggi dapat meningkatkan beban pembayaran bulanan, membuatnya sulit bagi individu untuk memenuhi kewajiban finansial dalam jangka panjang, dan akhirnya menurunkan minat pembelian properti. 

4. Proporsi Uang Muka Yang Tinggi dalam Pengajuan KPR

Selanjutnya, proporsi uang muka yang tinggi dalam pengajuan KPR turut memberi dampak negatif, berkontribusi sebesar 11,17%. Proporsi uang muka yang tinggi dalam pengajuan KPR. BI mencatat bahwa rata-rata uang muka untuk KPR pada triwulan I/2023 adalah sebesar 22,71% dari harga jual properti. Persyaratan uang muka yang besar membuat hambatan finansial semakin tinggi bagi calon pembeli, terutama mereka yang ingin memiliki properti untuk pertama kalinya.

5. Perpajakan

Terakhir, masalah perpajakan juga memainkan peran dalam menghambat penjualan properti dengan kontribusi 11,17%. Perpajakan yang masih memberatkan bagi pengembang dan pembeli properti residensial. Selain PPN, ada juga pajak penghasilan (PPh) final sebesar 2,5% dari harga jual properti dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 5 persen dari nilai jual objek pajak.

Beban pajak yang tinggi dapat menambah biaya pembelian properti dan mengurangi daya beli calon pembeli. Dalam keseluruhan, data ini menggarisbawahi perlunya langkah-langkah kebijakan yang cermat untuk mengatasi kendala-kendala ini dan merangsang pertumbuhan sektor properti dengan mengurangi hambatan-hambatan yang ada.

Akhir Kata

Perkembangan bisnis properti residensial maupun real estate secara umum di Indonesia tetap memiliki potensi besar meski menghadapi berbagai tantangan pasca pandemi Covid-19. Berdasarkan Hasil Survei SHPR, beberapa pola penting dapat diidentifikasi. Pertama, perkembangan harga properti residensial menunjukkan peningkatan yang terbatas. Meskipun terdapat peningkatan, namun kenaikan ini belum begitu signifikan dalam pasar properti. Kondisi ini tercermin dalam perkembangan harga properti residensial di pasar primer yang mengalami peningkatan terbatas pada triwulan I/2023.

Namun, meskipun terdapat kenaikan harga yang terbatas, hasil survei juga mengindikasikan adanya penurunan dalam penjualan properti residensial di pasar primer pada periode yang sama. Hal ini mencerminkan potensi ketidakselarasan antara harga dan daya beli masyarakat, yang dapat mempengaruhi minat pembelian properti.

Dalam konteks pembelian properti residensial, fasilitas KPR tetap menjadi pilihan utama bagi calon pembeli. Meskipun ada berbagai sumber pembiayaan, KPR tetap menjadi opsi yang populer, mungkin karena kemudahannya dalam memfasilitasi kepemilikan rumah.

Secara keseluruhan, hasil survei ini menggambarkan gambaran yang kompleks tentang pasar properti residensial pada triwulan I/2023. Meskipun terdapat peningkatan harga yang terbatas, penurunan penjualan dan preferensi terhadap KPR mengindikasikan adanya tantangan dan dinamika yang perlu diperhatikan dalam upaya memahami dan merespons pergerakan pasar properti residensial saat ini.

edit
Tambahkan Komentarmu Sembunyikan Komentar 2

2 Komentar